{hinduloka} $title={Daftar Isi} Nawa Widha  Bhakti

Nawa widha bhakti adalah sembilan usaha dan upaya, pendekatan, pengetahuan atau jalan berlandaskan cinta-kasih untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat manusia. Nawa Widha Bhakti merupakan salah satu ajaran yang dapat dimaknai dan dipedomani untuk meningkatkan sradha dan bhakti umat sedharma terhadap Tuhan sebagai hamba-Nya.

Nawa widha bhakti dapat dimaknai untuk membangun dan menciptakan masyarakat yang berbudi dan individual dalam menciptakan situasi dan kondisi yang damai dan sentosa di tengah-tengah jalinan hubungan sosial yang serasi, selaras dan harmonis.Umat sedharma juga dapat menumbuh-kembangkan kesadaran prinsip hidup bersama yang saling menghargai, menghormati, melayani dan dilayani satu sama yang lainnya dalam satu kesatuan organ-organ sosial sesuai dengan prinsip-prinsip dasar aturan keimanan, kebajikan dan acara keagamaan yang dianutnya serta aturan-aturan etika, moralitas dan kebajikan yang berlaku untuk umum. Kitab Rg.veda, I.164.49 menjelaskan sebagai berikut:

Yaste stanaá úaúayo yo mayobhür
yena viúvàà pusyasi vàryàni,
yo ratnadhà vasuvid yaá sudatraá
saraswati tam iha dhatave kaá.
Sarasvati! air susu-Mu yang berlimpah-limpah sebagai sumber kesejahteraan, yang Engkau berikan kepada semua yang baik, yang mengandung harta benda, mengandung kekayaan, memberikan hadiah yang baik, Susu-Mu Engkau sediakan untuk kehidupan kami.

Bagian-Bagian Nawa Widha Bhakti

Pengabdian merupakan sikap dan perbuatan yang sangat mulia dihadapan Tuhan, terhadap negara/pemerintah, orang tua, guru, maupun dihadapan masyarakat.  Namun  seiring  dengan  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan teknologi, pengaruh kehidupan yang serba instan, pragmatis, meniru budaya-budaya asing menjadikan manusia makin menjauh dari nilai-nilai moral, etika yang sangat luhur berdasarkan ajaran Agama Hindu. Untuk meningkatkan sradha dan Bhakti kepada Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui pelaksanaan ajaran Nawa Widha Bhakti secara tulus agar tercapainya kehidupan yang santhi atau damai dan sejahtera lahir dan batin.
Yang termasuk bagian-bagian dari ajaran Nawa widha bhakti adalah:

1. Srawanam

Srawanam dapat diartikan sebagai mendengarkan (piteket/ pitutur) yang baik. Mendengarkan mendengarkan wejangan yang baik misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan. Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif untuk kemajuan diri kita.

2. Wedanam

Wedanam artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini. Membaca kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa Agama baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani yang lebih luas.

3. Kirthanam

Kirthanam artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani. Melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan petuah / pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar Agung, Sekar madya dan lagu- lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai budaya.

4. Smaranam

Smaranam artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Secara berulang-ulang menyebutkan Nama-Nya misalnya; Melakukan japa mantra yaitu mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Gayatri. Mengucapkan OM, Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.

5. Padasewanam

Padasewanam artinya sujud bhakti di kaki Guru Suci atau Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci seperti Pendeta / Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu, memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat manusia dan seisi alam semesta ini.

6. Sukhyanam

Sukhyanam artinya menjalin persahabatan. Menjalin persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu: Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti: susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang.

7. Dahsyam

Dahsyam artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri dihadapan para bhatara- bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap percaya secara penuh kehadapan Tuhan.

Berpasrah diri adalah sikap bertanggung jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang. Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan menelantarkan peserta didiknya.

Demikian juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang baik.
Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.

8. Arcanam

Arcanam artinya bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan. Bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah perwujudan Tuhan.

9. Sevanam

Sevanam artinya memberikan pelayanan yang baik. Sevanam atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam konteks pelayanan ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama. Pelayanan sebagaimana ditegaskan dalam kitab suci sebagai berikut;

Svasti na indro vrddhaúravàh svasti nah pùsà viúvavedàh. svasti nas tàrksyo aristanemih svasti no brhaspatir dadhàtu.
Sang Hyang Indra yang berjaya, Sang Hyang Pusan Yang Maha Kuasa, Garuda yang bersayap kuat dan Brhaspati yang berpengetahuan tinggi, semoga memberkahi kami dengan kesejahteraan. (Yajurveda XXV. 19)

Rasa hormat, sujud bakti, sikap welas asih, dan ilmu pengetahuan yang kita miliki akan bermanfaat dalam hidup ini dan kelak apabila dapat kita amalkan dengan sungguh-sungguh untuk kebahagiaan dan kesejahtraan sesama. Lakukanlah demi tegaknya dharma.
Tràtà no boghi dadhaúàna àpir abhiravyàtà mardità somyànàm, sakhà pità pitåtamàá pitåóàý kartemu lokam uúate vayodhàá.
Jadilah engkau penyelamat kami; tunjukkanlah bahwa dirimu milik kami, memelihara dan menunjukkan belas kasihan kepada pemuja. Kawan, ayah, pengayom yang maha agung, memberikan kepada pemuja yang menyintai tempat serta kehidupan yang bebas. (Rg.veda IV.17.17)

Pentingnya menanamkan ajaran Nawa Wida Bhakti untuk menumbuhkan karakter Ketuhanan di Lingkungan Keluarga ini dikarenakan beberapa hal diantaranya; 
  1. Kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini juga seolah-olah semakin digiring untuk meninggalkan jati dirinya sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktifitas ritual keagamaannya, sehingga kualitas iman dan taqwa (sradha bhakti) yang selama ini dijunjung tinggi semakin lama semakin tergeser oleh pola kehidupan yang mengglobal dan modern. Budaya global yang diakibatkan oleh modernisasi dalam berbagai bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) terus menerus mengikuti perkembangan sosial masyarakat menusia, sehingga kadangkala akibat dari pengaruh dunia global dan modernisasi ini bisa membawa manfaat yang positif dan negatif bagi kehidupan spiritual individu masyarakat manusia. Dari segi positif modernisasi bisa menguntungkan kehidupan baik jasmani dan rohani individu masyarakat manusia, namun di sisi negatif modernisasi bisa mengakibatkan semakin tergesernya sendi-sendi kehidupan termasuk semakin terkikisnya nilai-nilai religiusitas pada sebagian anggota masyarakat manusia.  Pengaruh negatif yang dimaksud terhadap anggota masyarakat manusia dewasa ini sering terterjadi perselisihan, kekerasan, diskriminasi, ketidak adilan, dan sebagainya yang kecenderungan prilakunya mengarah pada bentuk prilaku yang dapat merugikan dirinya, keluarganya dan kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat atau sosialnya. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena jika hal tersebut di atas dibiarkan terus terjadi, maka kualitas kebersamaan, persatuan dalam bermasyarakat akan semakin menipis, dan pada akhirnya nanti esensi sebagai masyarakat manusia yang memiliki keutamaan dibandingkan dengan makhluk lainnya melalui cara berpikir, berkata dan berprilaku semakin lama akan mengkhawatirkan. 
  2. Di lingkungan atau intern keluarga merupakan proses pembelajaran, pendidikan dan pembekalan pengetahuan paling awal. Oleh karenanya maka setiap anggota keluarga terutama orang tua, dituntut untuk senantiasa bersikap dan berbuat sesuai dengan dharma-nya, dengan harapan pada setiap anggota keluarga memiliki iman dan taqwa (sradha bhakti) sifat dan budi pekerti yang luhur serta berkepribadian mulia yang sangat diperlukan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat manusia. Dalam kitab suci Veda dan susastra suci Veda yang lainnya banyak menguraikan tentang pentingnya ajaran bhakti, dan swadharma orang tua terhadap anaknya, demikian pula bhakti dan swadharma dari anak kepada orang tuanya. Dalam kitab suci Manavadharmasastra dijelaskan bahwa secara non fisik suami-istri masing-masing mengupayakan agar jalinan cinta dan kasih sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan, pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya dalam Sarasamuscaya juga diajarkan tentang tiga kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu sebagai berikut: 
    • Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak dengan baik. 
    • Prannadatta, artinya orang tua wajib membangun atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. 
    • Annadatta, yaitu kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (anna) salah satunya kebutuhan hidupnya yang paling esensial. 
Demikian pula dalam Kekawin Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut orang tua yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida yaitu: 
  1. Sang ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah yang pertama-tama menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap ayah dan ibu saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan keberadaan kita dewasa ini. 
  2. Sang anyangaskara, artinya orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara
  3. Sang mangupadyaya, artinya seseorang dapat disebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidak dapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka
  4. Sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang memberikan anggota keluarganya makan dan kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayah memiliki tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. 
  5. Sang matulung urip rikalaning baya, artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari ancaman bahaya. Perlindungan tersebut tidaklah semata-mata berarti fisik, juga perlindungan yang bersifat rohaniah. Sedangkan bhakti dan swadharma anak kepada orang tuanya, sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda, seorang anak dikatakan suputra apabila anak itu memiliki sradha, bhakti dan serta tumbuh menjadi anak yang mampu menyelematkan dirinya, orang tuanya, dan seluruh keluarganya dari lembah penderitaan menuju kehormatan dan kebahagiaan. Dan yang lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.

Sewaka Dharma Kirthanam

Dengan Bhakti Kirthanam yakni bhakti dengan jalan melantunkan Gita (nyayian atau kidung suci) memuja dan memuji nama suci, keagungan dan kekuasaan Tuhan, umat dapat melaksanakan pemujaan kepada-Nya. Melalui arah vertikal wujud sadhana Bhakti Kirtanam ini di antaranya; dengan jalan berekspresi atau ber-sadhana melalui media gita (nyanyian suci atau kidung suci) memuji dan memuja keagungan dan kemahakuasaan Tuhan (Brahman) yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (nitya karma) maupun di saat-saat hari-hari tertentu (naimitika karma), juga umat sedharma dapat melaksanakan pemujaan kehadapan-Nya. 

Sedangkan pada arah gerak horizantal yaitu pada konteks kehidupan sosial dengan melakukan Sadhana pelayanan khususnya dalam hal ini adalah Sewaka Dharma Kirthanam. Maksud dari Sewaka Dharma Kirthanam pada konteks sosial ini adalah kesadaran untuk berbesar hati membuka diri dan berbagi dalam memberikan pelayanan yang tulus dengan cara memuji dan memuja sesama dan lingkungan ini. Sehingga terjadi keseimbangan arah yang menyerupai tanda tambah (tapak dara bhs.Bali)” arah garis vertikal dan arah garis horizontal” yang mengisyaratkan terjadinya keseimbangan antara hubungan vertikal dan horizontal. 

Ajaran Sewaka Dharma Kirthanam ini diyakini mengandung pesan dan perintah yang harus ditindak lanjuti sebagai tanggung jawab moral untuk dilaksanakan dalam konteks kehidupan sosial seperti tersebut di atas. Hal ini diperkuat oleh dasar keimanan Hindu yaitu konsep teologi (Brahmavidya) dalam Hindu, yang paling universal seperti “Sarwam Khalu Idam Brahman”, “Vasudeva Kuntum Bhakam”, “Tat Tvam Asi” (Chand. Up VI. 8. 7).

Semua pesan moral dari ajaran Nawa widha bhakti mengandung konsep teologi kasih semesta. Dasar keimanan dalam kitab suci Veda yang memperkuat ajaran ini menyatakan “bahwa semua yang ada dan yang nyata di dunia ini adalah perwujudan Tuhan dan ada dalam kandungan Tuhan (Brahman) baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, yang nyata maupun yang tidak nyata berasal dari dan di kendalikan oleh Tuhan’. 

Berdasarkan konsep teologi Hindu ini, selanjutnya di arahkan pada konteks sosial dapat dimaknai bahwa konsep ajaran Bhakti Kirthanam sesungguhnya juga mengadung konsep teologi sosial yaitu sebuah ajaran teologi Hindu yang mengacu kepada kebijaksanaan sosial dengan kesadaran menempatkan spirit Ketuhanan dalam kehidupan sosial dan kesadaran prinsip hidup bersama yang saling menghargai, menghormati, melayani dan dilayani satu sama yang lainnya dalam satu kesatuan organ-organ sosial berlandaskan prinsip-prinsip dasar aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan acara keagamaan yang dianutnya serta aturan-aturan etika, moralitas dan kebajikan yang berlaku untuk umum. Namun jangan dianggap bahwa konsep ajaran ini sebagai sesuatu konsep keyakinan yang menyangsikan kekuatan Tuhan atau ke-Esaan Tuhan. Melainkan konsep Sewaka Dharma Bhakti Kirthanam dalam konteks sosial yang dimaksud disini adalah bagaimana masyarakat, manusia memberikan pelayanan yang tulus dengan cara memuji dan memuja terhadap sesamanya dalam wujud memberikan pujian, pengakuan, penghargaan, penghormatan, baik itu pada ranah pemikiran, perkataan, sikap dan perilaku.

Kesadaran menempatkan spirit Ketuhanan dalam kehidupan sosial sangat dibutuhkan dewasa ini, karena sifat teologi konvensional atau materialistis yang menitik beratkan kemampuan individu dengan segala macam ritualnya sangat membutuhkan kebijaksanaan sosial untuk menyeimbangkan dan menyempurnakannya. Hal ini juga dipandang sangat penting karena kemampuan individu ternyata belum mampu membangkitkan kesadaran terhadap tanggung-jawab sosial selaku makhluk yang memiliki Tri Pramana. Sebaliknya, konsep teologi haruslah memberikan jiwa terhadap sradha dan bhakti itu, sehingga sradha dan bhakti tidak memisahkan individu dari lingkungan sosialnya. 
Dalam cara pandang manusia seperti ini, maka kehidupan ini akan berpusat pada lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, konsep teologi dapat membangkitkan tema-tema bermakna seperti Teologi Sosial yang memandang masyarakat sebagai sebuah sistem organ, layaknya organ tubuh yang hakekatnya satu/bersaudara, yang perlu saling menghormati, menghargai, melayani dan dilayani serta saling melengkapi satu sama yang lainnya. 

Sewaka Dharma Kirthanam dalam kontek sosial dari sudut pandang Teologi Sosial merupakan suatu langkah maju guna mencarikan solusi dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat manusia itu sendiri. Nilai-nilai ketuhanan harus diangkat untuk memberi jiwa atau spirit terhadap berbagai permasalahan sosial. Dengan menempatkan nilai-nilai ketuhanan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat (sosial). Konsep-konsep, ide-ide, dan inspirasi teologis khususnya tentang sewaka dharma kirthanam dalam jalinan hubungan sosial antara sesama masyarakat diharapkan dapat berkontribusi positif kepada masyarakat (sosial) agar tercipta suatu situasi dan kondisi masyarakat yang penuh kedewasaan yang dapat hidup berdampingan secara rukun, damai, harmonis dan dinamis.
Sewaka Dharma Kirthanam dalam kontek sosial dari sudut pandang Teologi Sosial merupakan sebuah konsep yang begitu luhurnya, namun kenyataannya, masyarakat dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mengabaikan sisi-sisi sosialnya.

Dalam upaya membangkitkan dan memberikan kembali spirit nilai-nilai Ketuhanan yang mulia itu dalam kontek kehidupan sosial, hal yang dapat diupayakan salah satunya adalah mempraktekkan ajaran Sewaka Dharma Kirthanam dalam kehidupan sosial. Ajaran Sewaka Dharma Kirthanam akan dapat berkontribusi positif terhadap upaya keselamatan sosial. Atas dasar ajaran tersebut, kesadaran Sewaka Dharma Kirthanam dalam konteks sosial itu dipandang sangat penting. Kesadaran bahwa misi kehadiran manusia di muka bumi untuk mewujudkan keseimbangan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan pencipta-Nya (Tri Hita Karana) dapat diwujudkan. 
Beberapa ajaran Sewaka Dharma Kirthanam dalam kontek sosial yang dapat dilakukan, di antaranya seperti berikut ini:

1. Penghargaan

Pentingnya sebuah Penghargaan dan Pengakuan dengan cara memberikan ucapan selamat dan pujian. Semua orang tentunya menginginkan bahwa orang yang kita cintai, sayangi dan kasihi menjadi bahagia dan sukses dalam segala aspek kehidupan mereka. Misalnya kasih cinta kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Ini merupakan sebuah sentimen yang indah dari tips hubungan cinta kasih sayang yang membuat lingkungan keluarga, masyarakat dan bahkan dunia menjadi lebih baik.

Ini juga bisa menjadi salah satu cara meningkatkan semangat dan efektivitas kerja seluruh anggota keluarga dan seluruh lapisan masyarakat. Jika semua anggota masyarakat bisa memberikan apresiasi dan bersikap sama kepada semua orang. Tentu ini akan membuat dunia ini jadi sangat luar biasa membahagiakan. Namun semua itu tidaklah cukup hanya meberikan dukungan dengan penuh kasih. Ada beberapa cara lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan semangat bagi mereka yang kita cintai, sayangi dan kasihi. Dalam hal ini sesuai dengan konsep ajaran Sewaka Dharma Kirthanam adalah dengan cara memberikan “pujian”.

2. Pujian

Kita semua tahu bahwa pujian akan membangkitkan gairah dan semangat seseorang untuk berlaku lebih dengan apa yang sedang dia kerjakan. Ketika kita memberikan pujian, kita harus memberikannya dengan cara yang tepat agar orang yang kita puji benar-benar bisa meresapi dan bertambah semangat. Kita mungkin sudah terbiasa memuji teman atau para sahabat-sahabat (mitra) kita, atau anak-anak, saudara, tetangga, dan lingkungan masyarakat kita atas keberhasilan mereka. Misalnya, kita mungkin memberitahu mereka betapa bangganya kita karena kebaikan mereka, kesosialan mereka, sikap dan perilaku sosial mereka yang baik, prestasi atau keberhasilan mereka, atau hal-hal lain berkaitan dengan gagasan, ide, pemikiran mereka, perkataan atau tutur mereka, serta sikap dan perilaku meraka yang sangat cerdas, tepat, sopan, santun, baik, arif dan bijaksana atau keberhasilan mereka telah mencapai beberapa tujuan lainnya.

Hal itu merupakan hal yang indah dan membahagiakan saat kita ikhlas dan berbesar hati untuk berbagi kekaguman kita. Namun, jenis kita juga harus akui bahwa pujian juga memiliki sisi negatifnya. Apabila kita menumbuhkan kesadaran Sewaka Dharma Kirthanam maka pastinya pujian yang kita berikan bukanlah sebuah peribahasa atau bahasa kiasan dengan bermasud menyindir atau berbanding terbalik dengan apa yang dipujikan, atau pujian yang penuh kepura-puraan. Sewaka Dharma Kirthanam dalam kontek sosial bisa menjadi salah satu tekanan untuk menjaga kinerja masyarakat semakin hebat dan maju. Lebih penting dari itu semua terciptanya suasana dan kondisi kehidupan sosial yang tenang dan nyaman yang dapat hidup berdampingan secara rukun, harmonis, damai sentosa, saleh dan sejahtera.

3. Rukun, harmonis, damai sentosa, saleh dan sejahtera

Kesadaran Sewaka Dharma Kirthanam secara arif dan bijaksana sesuai dengan aturan keimanan, aturan kebajikan dan acara keagamaan dan aturan etika dan moralitas yang berlaku umum ini sangat dibutuhkan Devasa ini, hal ini disebabkan karena terkadang orang yang kita puji mungkin merasa “rendah” ketika mereka gagal, tidak melakukan seseuai dengan harapan, atau ketika mereka melakukan hal-hal di luar kekuatan mereka.

Dalam hal ini, orang yang kita puji cenderung mempertanyakan nilai kualitas diri mereka. Bahkan terkadang mereka mungkin mempertanyakan apakah kita akan terus mencintai, mengasihi, menyayangi, bangga, dan sebagainya dengan mereka.

Penting bagi kita untuk memvalidasi dan memuji orang dengan kesadaran Sewaka Dharma Kirthanam sehingga pujian yang dilontarkan atau diucapkan penuh dengan pertimbangan atau wiweka dari olah rasa, olah pikir, olah kata, dan olah laku sehingga Sewaka Dharma Kirthanam itu dapat berkontribusi positif terhadap pembentukan tubuh fisik dan rohanisecara utuh dan menyeluruh. 
Sewaka Dharma Kirthanam dalam proses perjalanannya dapat membantu membentuk karakter atau kepribadian kita dan seseorang yang kita berikan pujian ke dalam bentuk kualitas diri yang paling baik serta berkepribadian yang mawas diri berbesar hati untuk membuka diri dan berbagi, santun, ramah, arif dan bijaksana, toleran, memiliki cinta kasih sayang, harmonis, indah,dan sebagainya.

4. Beban dan kewajiban

Mengubah paradigma yang tadinya beragama dirasakan menjadi beban, kita usahakan menjadi sesuatu yang ringan dengan cara membiasakan menjadi kebiasaan, dari kebiasaan menjadi suatu kewajiban, semoga dari kewajiban ini menjadi suatu kebutuhan, dan akhirnya ketika ini sudah dirasakan menjadilah suatu cintakasih, perwujudan cinta kasih kepada Sang Maha Pencipta beserta ciptaan-Nya, inilah yang akan diajarkan dalam bentuk “Nawa Widha  Bhakti” karena di jaman kaliyuga ini perangkat yang paling ampuh untuk mendekatkan diri adalah 9 jalan bhakti ke hadapan-Nya.
Ajaran Sewaka Dharma Kirthanam dalam kontek sosial mengandung konsep dalam upaya tertentu untuk mencapai dan menciptakan kehidupan masyarakat (sosial) yang lebih baik, kreatif, kuat, saling menghargai satu sama yang lainnya, saling melayani dan dilayani dalam lingkaran cakra yajna, serta berkepribadian yang mawas diri, santun, ramah, arif dan bijaksana, toleran, memiliki cinta kasih sayang, harmonis, indah, dan sebagainya yang dilandasi dan menempatkan nilai-nilai atau spirit Ketuhanan dalam kehidupan masyarakat dengan sebuah kesadaran prinsip hidup bersama dalam satu kesatuan organ-organ tubuh sosiokultural sesuai dengan prinsip-prinsip dasar aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan acara keagamaan yang dianutnya serta aturan-aturan etika, moralitas dan kebajikan yang berlaku untuk umum. Guna sebuah pencapaian situasi dan kondisi masyarakat manusia yang Jagadhita sesuai dengan pesan dan tanggung jawab moral (swadharma) dari ajaran Tri Hita Karana yang harus di sadhana-kan dan dipraktiskan dalam kehidupan sehari-hari.